393 Titik Hingga Akhir Tahun, Percepatan Pembangunan SPPG
SPPG: Petugas SPPG sedang menyiapkan menu MBG.-Ist/Jambi Independent-Jambi Independent
JAMBI - Pemerintah Provinsi Jambi melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) terus mendorong percepatan pembangunan Sarana Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) yang menjadi bagian dari program Menuju Bebas Gizi (MBG).
Hingga saat ini, dari total target 393 SPPG konvensional, baru 56 unit yang telah beroperasi, dan 34 lainnya dalam tahap siap operasional.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi, Agus Sunaryo, menyebutkan bahwa target pembangunan SPPG masih cukup besar dan membutuhkan dukungan seluruh pihak.
"Targetnya cukup besar, yaitu 393 SPPG secara akumulasi. Selain itu, masih ada 144 SPPG wilayah terpencil yang saat ini dalam proses penunjukan rekanan," ujarnya.
BACA JUGA: Suliyanti Akui Dua Kali Terima Uang, Kasus Ketok Palu APBD Provinsi Jambi
BACA JUGA: Tiga Daerah Masih Menunggu Kejelasan, Moratorium Belum Dicabut
Menurut Agus, keterlambatan pembangunan disebabkan oleh berbagai faktor, seperti keterbatasan modal dan kesiapan rekanan. Pembangunan yang idealnya rampung dalam dua bulan, kini bisa memakan waktu hingga empat atau lima bulan.
"Semua bergerak tetapi lambat. Harapan kami, mitra yang sudah ditunjuk bisa segera menyiapkan sarana dan prasarana agar SPPG dapat segera beroperasi," katanya.
Selain kendala teknis, Agus juga menyoroti dampak ekonomi dari pengoperasian SPPG di berbagai daerah. Misalnya, di Kabupaten Kerinci, meningkatnya kebutuhan bahan baku untuk pelayanan gizi menyebabkan penyerapan bahan di pasar meningkat, sehingga perlu pengawasan agar tidak mengganggu stabilitas harga.
Ia berharap pemerintah kabupaten dan kota dapat ikut memonitor ketersediaan bahan baku serta mendorong percepatan pembangunan agar target tahun ini bisa tercapai.
Lambatnya pembangunan Sarana Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) di sejumlah kabupaten di Provinsi Jambi mulai berdampak terhadap ketersediaan bahan baku di pasar.
"Satu SPPG saja memerlukan banyak bahan baku, apalagi satu unit melayani sekitar 3.000 orang. Jika banyak SPPG beroperasi, tentu penyerapan bahan di pasar meningkat, sehingga perlu pengawasan bersama," jelas Agus.
Ia mengakui bahwa lambatnya progres pembangunan disebabkan oleh faktor keterbatasan modal dan kesiapan mitra yang ditunjuk.
"Pembangunan yang seharusnya selesai dalam dua bulan, kini bisa memakan waktu empat hingga lima bulan karena berbagai kendala di lapangan," ujarnya.