Belajar dari Film Datuk Gedang

--

Jambi - Pemutaran perdana film Datuk Gedang yang merupakan hasil kerjasama antara Mongabay Indonesia dengan Universitas Muhammadiyah Jambi, digelar di Auditorium Universitas Muhammadiyah Jambi pada Jumat (24/11).
Acara yang berkonsep Nonton bareng dan diskusi film dokumenter dibuka Wakil Rekor IV Universitas Muhammadiyah, Arman Syafaat.


Arman mengatakan dengan dilaksanakannya kerjasama ini dapat menumbuhkan rasa peduli dan minat menulis dalam diri mahasiswa tentang keadaan hutan Indonesia, khususnya Jambi.
"Disebut Datuk artinya pihak yang dihormati, kemudian dari segi fisik memang berukuran besar, makanya disebut Gedang yang artinya besar," Katanya.


Elviza Diana, sutradara Film Datuk Gedang, menjelaskan bahwa film tersebut mengangkat konflik yang terjadi antara Gajah dan manusia di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang berada di Kabupaten Tebo, Jambi.
"Meskipun ada konflik antara gajah dan suku Talang Mamak, mereka tetap dapat hidup berdampingan dengan gajah juga hewan lainnya. Mereka meyakini bahwa gajah adalah hewan yang dihormati dengan membagi hasil bumi mereka dengan satwa, dan tidak menganggap mereka hama," jelasnya.


Elviza mengatakan harapan dari pemutaran film dokumenter ini agar dapat mengingatkan pentingnya melestarikan hutan dan menjaga satwa agar tidak punah.


"Harapannya adalah dengan film ini kita dapat mengerti akan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan satwa agar hutan tidak mengalami kerusakan dan satwa yang ada didalamnya tidak punah," tegasnya.
selanjutnya acara ini akan digelar di Desa Muara Selako pada 25 November, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tebo pada 27 November 2023.


Nonton bareng film dokumenter Datuk Gedang ini disaksikan oleh mahasiswa dan dosen Universitas Muhammadiyah Jambi, pihak Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan beberapa pihak yang terkait dengan perlindungan satwa dan alam.
Rania, mahasiswa Universitas Muhammahiyah Jambi, mengatakan, film yang menggambarkan konflik gajah dengan masyarakat ini mengedukasinya, bahwa satwa dan manusia dapat hidup berdampingan.  


"Film ini mengingatkan kita untuk menjaga kelestarian hutan dan satwa-satwa yang dilindungi supaya tidak punah dan tidak pula masuk ke dalam lingkungan pemukiman masyarakat, yang memicu konflik satwa dan manusia," tandasnya. (cr02/ira)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan