Dokter Ibu

Dahlan iskan--

Agar bisa diterima di teknik mesin, ia menjadikan teknik sebagai pilihan kedua. Pilihan pertamanya kedokteran. 

"Saya menyangka akan diterima di pilihan kedua. Kan jarang pilihan pertama bisa didapat," ujarnya. 

BACA JUGA:Dituntut Perubahan Lebih Baik, Pj Walikota Jambi Buka Pelatihan Pengawas Tingkat Kota Jambi

BACA JUGA:265 Ribu Penduduk Jambi dalam Kategori Miskin

Ternyata Deny justru diterima di pilihan pertama. Jadilah ia kuliah di kedokteran Universitas Andalas Padang. "Di sana ada keluarga. Bisa tinggal di keluarga dan makan gratis," ujar Deny. 

Ia lulus Desember 2006, wisuda 2007. Deny menjadi wisudawan terbaik. Ia tidak menyangka Universitas Andalas begitu obyektif. 

"Saya kan double minoritas. Saya Tionghoa. Saya Kristen," ujar Deny. 

Memang Deny sempat "dicurigai". Yakni saat Unand memberinya beasiswa berkat prestasinya. Lalu ada yang mempersoalkan: orang mampu kok mendapat beasiswa.

BACA JUGA:Sani Buka MTQ Betara dengan Pemukulan Bedug

BACA JUGA:Kota Jambi Alami Deflasi, Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau Beri Andil Terbesar  

Dikira semua Tiinghoa itu mampu. Deny dipanggil pimpinan Unand. Saat itulah Deny menjelaskan: kalau mampu mengapa saat kuliah saya jalan kaki lima kilometer. Pulang pergi. 

Setelah jadi dokter Deny tidak mau jadi pegawai negeri. Ia jadi dokter di rumah sakit swasta. Awalnya di RS Eka milik Sinar Mas di Riau. Lama Deny bertugas di Riau. Sampai mampu membeli rumah di Pekanbaru. 

Sang mama sempat tahu anaknyi menjadi dokter. Sangat bahagia. Satu-satunya dokter dari lima bersaudara. Maka sang mama selalu diajak Deny satu rumah ke kota mana pun Deny berdinas.  

Saat di Riau itulah Deny mengambil gelar master manajemen. Ia banyak mendapat tawaran kuliah spesialis: tidak mampu bayar. 

BACA JUGA:Sekda: Tetap Harus Waspada, Meski Terjadi Deflasi di Kota Jambi

Tag
Share