Sembahyang Rebutan
Dahlan iskan--
Sembahyang selesai. Semua nama yang dipajang di atas meja diangkut ke kapal. Dimasukkan ke geladak kapal.
Saya diminta memulai prosesi ini.
BACA JUGA:Gubernur Haris, Didampingi Budi Setiawan, Melepas 217 Atlet Jambi Menuju PON XXI di Aceh-Sumut
BACA JUGA:Bawaslu Jambi Gelar Rakor Sentra Gakkumdu Bahas Potensi Pelanggaran Pilkada 2024
Saya ambil kertas arwah donor hati saya dari meja sembahyangan.
Saya bawa ke kapal.
Saya masukkan ke kapal.
Mereka pun mengikuti apa yang saya lakukan.
BACA JUGA:Patung Dwarapala Berusia Ratusan Tahun Ditemukan di Kuil Banteay Prei
BACA JUGA:Netanyahu Khawatirkan Serangan Balasan Iran dan Hizbullah Jika Negosiasi dengan Hamas Gagal
Setelah semua kertas arwah memenuhi kapal saya diminta menyulutkan api. Di susul para banthe. Juga tokoh-tokoh vihara.
Api pun menjulang tinggi. Kapal terbakar. Itu pertanda semua arwah sudah dilayarkan ke langit. Kapal pun habis terbakar.
Ritual terakhir: semua berjalan mengelilingi abu kapal itu. Seperti tawaf. Tapi hanya tiga kali. Sambil menyiprat-nyipratkan air.
Mengapa disebut hari raya Rebutan?
BACA JUGA:Gol Menit Akhir Pedro Bawa Brighton Menang 2-1 atas Manchester United