Penghematan Anggaran Pilkada Dipilih DPRD Perlu Dikaji
ILUSTRASI: Pemilihan Kepala Daerah pada November lalu.-ANTARA/Jambi Independent-
JAKARTA - Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni mengatakan bahwa penghematan anggaran daerah terkait adanya usulan Presiden Prabowo Subianto agar pilkada dipilih oleh DPRD, perlu dikaji.
Menurut dia, Kemendagri belum menghitung secara pasti penghematan anggaran jika pilkada tidak dipilih langsung oleh rakyat. Namun sejauh ini, anggaran pilkada secara langsung sudah bisa terhitung secara jelas.
"Untuk Bawaslu, KPU, TNI, dan Polri. Itu jelas. Tapi untuk pilkada yang lain, ini kita masih belum tahu. Kalau sudah tahu nanti bisa kita hitung," kata Fatoni usai Rapat Koordinasi Nasional Keuangan Daerah di Jakarta, Rabu (18/12).
Sebagai Pj Gubernur Sumatera Utara, dia mengatakan anggaran untuk Pilkada 2024 di daerah tersebut menelan biaya sebesar Rp1 triliun lebih. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara hanya memiliki anggaran sebesar Rp14 triliun.
BACA JUGA:5 Khasiat Air Rebusan Daun Seledri, Bantu Jaga Kesehatan Tubuh
BACA JUGA:10 Tips Ibu Bekerja Tetap Bisa Memberikan ASI dengan Optimal
"Kan besar sekali itu gambarannya. Nanti di daerah teman-teman bisa cek. Kan ada itu, anggaran pilkada itu untuk KPU, Bawaslu, TNI, dan Polri. Itu cukup besar," tutur dia.
Selain itu, dia mengatakan pihaknya pun bakal menghitung biaya yang telah digunakan untuk Pilkada Serentak 2024 dari seluruh daerah di Indonesia, termasuk anggaran yang bersumber dari APBD dan APBN.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengajak seluruh ketua umum dan pimpinan partai politik yang hadir, untuk memperbaiki sistem politik yang menghabiskan puluhan triliun dalam satu-dua hari setiap penyelenggaraan pemilu.
"Saya lihat, negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih ya sudah DPRD itu lah milih gubernur, milih bupati. Efisien, nggak keluar duit, keluar duit, keluar duit, kayak kita kaya," kata Presiden dalam sambutannya di acara HUT Ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12).
BACA JUGA:Timnas Indonesia Tanpa Rivaldo Pakpahan Saat Hadapi Filipina di ASEAN Cup 2024
BACA JUGA:Wali Kota Jambi Sambut Kunjungan Dubes India: Bahas Kerja Sama di Kesehatan, Pendidikan, dan Budaya
Dia menyebut uang yang dikeluarkan untuk biaya pemilu bisa digunakan untuk memberikan akan-anak makan, memperbaiki sekolah, hingga memperbaiki irigasi.
Sementara itu, Peneliti Bidang Politik pada The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Felia Primaresti mengatakan bahwa wacana pemilihan kepala daerah yang dipilih lewat DPRD tidak serta-merta menjamin pengurangan biaya politik secara keseluruhan.
"Negosiasi politik antarpartai, lobi, hingga potensi praktik politik uang dapat tetap terjadi dalam proses penunjukan ini," kata Felia dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu (18/12).
Menurut dia, mekanisme penunjukan kepala daerah oleh DPRD justru berisiko memunculkan konflik kepentingan. Kepala daerah dikhawatirkan mengabaikan aspirasi masyarakat apabila hanya fokus mencari dukungan DPRD.
BACA JUGA:Frugal Shopping: Cara Hemat Belanja untuk Sandwich Generation
BACA JUGA:Ini Dia Pilihan Minuman yang Bisa Membantu Menurunkan Gula Darah
Di sisi lain, mekanisme penunjukan oleh DPRD juga dinilai berisiko merusak prinsip periksa dan timbang (check and balances) dalam demokrasi.
"Jangan sampai DPRD memilih kepala daerah yang hanya aman untuk kepentingan mereka sendiri, mematikan partisipasi publik yang seharusnya menjadi inti dari demokrasi lokal," katanya.
Posisi eksekutif, seperti gubernur, bupati, atau wali kota membutuhkan legitimasi kuat oleh rakyat. Oleh sebab itu, mengganti pilkada langsung menjadi penunjukan DPRD dapat melemahkan demokrasi lokal.
"Pilkada langsung memberikan ruang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin mereka secara langsung, memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi lokal. Pilkada langsung memberi rakyat hak penuh untuk menentukan pemimpin mereka, menciptakan rasa keterlibatan, dan kepemilikan dalam demokrasi," ujarnya.
BACA JUGA:Frugal Shopping: Cara Hemat Belanja untuk Sandwich Generation
BACA JUGA:Ini Dia Pilihan Minuman yang Bisa Membantu Menurunkan Gula Darah
Selain itu, pilkada langsung juga memungkinkan rakyat untuk memilih pemimpin terbaik menurut mereka yang pada akhirnya memperkuat prinsip demokrasi dan akuntabilitas. Atas dasar itu, TII merekomendasikan agar sistem pilkada langsung tetap dipertahankan.
"Pilkada langsung memberikan rakyat kuasa politik yang lebih bermakna, menciptakan demokrasi yang lebih kuat, dan memastikan pemimpin yang terpilih memiliki legitimasi langsung dari masyarakat," katanya.
Namun, jika mekanisme pemilihan oleh DPRD diterapkan, TII menekankan integritas DPRD dan partai politik perlu diawasi secara ketat.
Selain itu, rekam jejak, kompetensi, dan seleksi calon kepala daerah perlu dibuka kepada publik.
BACA JUGA:Jelang Tutup Tahun 2024, Yamaha Rilis WR155R dengan Sentuhan Grafis Terbaru
BACA JUGA:Cara Mudah Mengecek Keaslian Madu di Rumah, Simak Tips Berikut
"DPRD adalah lembaga publik yang tunduk pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Proses penunjukan kepala daerah harus melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna," imbuhnya. (ANTARA)