JAMBIKORAN.COM, JAMBI – Sidang lanjutan kasus suap ketok palu RAPBD Provinsi Jambi tahun 2017-2018 kembali digelar hari ini dengan agenda pembelaan dari para terdakwa.
Para terdakwa, Mely Hairiya, Luhut Silaban, Edmon, M. Khairil, Rahima, dan Mesran, didakwa menerima suap dari Zumi Zola dan pejabat lainnya untuk menyetujui RAPBD, menyampaikan nota pembelaan mereka di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Tatap Urasima Situngkir.
Sebelumnya, pada tanggal 2 Mei 2024, dilakukan sidang tuntutan oleh JPU di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi. JPU menuntut hukuman penjara kepada para terdakwa kasus korupsi.
Mely Hariya, M. Khairil, Mesran, dan Luhut Silaban dituntut hukuman penjara selama 4 tahun 3 bulan, sedangkan Edmon dituntut hukuman penjara selama 4 tahun 10 bulan, dan Rahima dituntut hukuman penjara selama 4 tahun 5 bulan.
BACA JUGA:Polisi Tetapkan Tiga Tersangka Baru, Kasus Tewasnya Santri Tebo
BACA JUGA:Ratusan Pelajar Ikuti Workshop Sastra
Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut pidana denda kepada masing-masing terdakwa sebesar Rp 250 juta. Edmon dan M. Khairil juga dikenakan pidana denda tambahan sebesar Rp 100 juta karena belum mengembalikan sisa uang ketok palu.
Kuasa hukum Mely Hairiya, Luhut Silaban, M. Khairil, dan Mesran menyatakan bahwa dalam pembelaan dari kuasa hukum terdakwa, mereka menyatakan bahwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama jaksa penuntut umum.
Mereka memerintahkan kepada JPU untuk mengembalikan uang yang telah diserahkan terdakwa sebesar Rp 100 juta dari Mely Hairiya, dan Rp 200 juta oleh Luhut Silaban, M. Khairil, dan Mesran ke rekening KPK karena uang tersebut bukan berasal dari APBD.
Mereka juga menyatakan bahwa semua alat bukti yang disampaikan oleh JPU tidak dapat membebankan biaya perkara kepada terdakwa.
BACA JUGA:DPMPTSP Sarolangun Gelar Bimtek, Implementasi Perizinan dan Pengawasan Berusaha Berbasis Resiko
BACA JUGA:Ambil Langkah-Langkah Kongkrit Pengendalian Inflasi
Kuasa hukum Edmon dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan kliennya menerima uang ketok palu. Menurutnya, kesaksian satu-satunya saksi yang menyatakan Edmon menerima uang suap tidak dapat dipercaya dan bertentangan dengan keterangan saksi lainnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Edmon membantah kliennya menerima uang ketok palu. Dari 33 saksi yang dihadirkan JPU, hanya satu saksi, yakni Kusnidar, yang menyatakan adanya proses serah terima uang kepada Edmon. Namun, keterangan ini disangkal oleh Edmon dengan mengacu pada Pasal 185 ayat 6 KUHAP.
"Tidak ada kesesuaian keterangan saksi yang satu dengan yang lain. Tidak ada saksi lain yang menyatakan Edmon menerima uang ketok palu Rp 100 juta. Keterangan satu saksi tidak cukup jika tidak didukung oleh saksi lain," jelas kuasa hukum Edmon.