Berdasarkan temuan di lapangan, terdapat kekurangan volume agregat sebesar 271 meter kubik dibandingkan kontrak. "Kami juga melakukan pengecekan ulang yang kedua kali atas permintaan kejaksaan, dan tanpa permintaan tersebut, kami tidak akan melakukannya," tambah Evi. Ia menegaskan bahwa dalam kontrak disebutkan penggunaan batu sirtu, namun yang ditemukan adalah batu pecah.
M. Asmuni, ahli Teknik Sipil dosen Universitas Batanghari memberikan kesaksian mengenai kondisi riil lapangan. "Pada awal September 2023, saya mengecek stadion dan menemukan bahwa lebar lapangan di sisi gawang sebelah utara hanya 48 meter, bukan 60 meter seperti yang direncanakan," jelasnya.
Asmuni menambahkan bahwa saluran air tidak memadai, sehingga berisiko menyebabkan tanah longsor. "Air hujan mengalir ke arah ujung jurang yang langsung mengarah ke tanah timbunan, sangat berbahaya," ujarnya.
Asmuni juga menjelaskan bahwa kualitas batu pecah lebih baik dibandingkan sirtu karena bentuknya yang tidak bulat dan ketahanannya yang lebih kuat.
BACA JUGA:Mantan Sekjen Kementan RI Jadi Saksi Mahkota di Sidang SYL dan Anak Buahnya
BACA JUGA:Selamat! Nikita Willy Umumkan Kehamilan Kedua
Asmuni menyatakan pekerjaan ini adalah total loss karena ukuran lapangan yang dikerjakann dan terwujudnya lapangan sepak bola 100X50 itu tidak terbukti. “Secara konstruksi pekerjaan ini merupakan gagal fungsi karena tidak mencapai sasaran,” tegasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa ketika diminta oleh konsultan untuk menghitung kembali volume galian, ditemukan bahwa volume galian berlebih 20.000 meter kubik karena uangnya tidak memadai.
"Saya tidak mengetahui kebijakan apa yang terjadi di lapangan dengan mengambil volume seperti itu. Jika data itu diambil secara riil, pekerjaan ini hanya selesai dengan tanah saja dan tidak ada pekerjaan-pekerjaan lain," tambah Asmuni.
Ia menegaskan bahwa pekerjaan ini berubah menjadi bertambah seperti penambahan gawang yang tidak ada dalam perencanaan awal.
Khairul Ikhsan, ahli dari BPKP menerangkan hasil audit yang menunjukkan adanya kerugian negara. Menurut Ikhsan, terdapat fakta-fakta yang diperoleh berdasarkan hasil audit yaitu pertama mengenai pemenang tender selaku CV. Saputro Handoko menyerahkan proyek stadiun mini kepada Yusrizal yang sebenarnya Yusrizal tidak termasuk didalam perusahaan.
Kedua, data personel inti yang disediakan oleh penyedia konsumen penawaran tidak pernah ada dilokasi pekerjaan. Ketiga, terkait hasil pekerjaan tidak sesuai spesifikasi yang tertuang didalam kontrak dan dalam hasil pekerjaan ini tidak bisa dimanfaatkan.
Lalu keempat, konsultan pengawas menyusun laporan pekerjaan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Kelima, proses adendum kontrak tanpa alasan yang jelas dan justifikasi teknis yang dilakukan konsultan pengawas tidak jelas.
Dan keenam, tim teknis tidak melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan konstruksi sesuai dengan dokumen hasil kontrak dan hanya berdasarkan yang disampaikan oleh konsultan pengawas.
“Menurut fakta hasil audit BPKP, bahwa hasil pekerjaan tidak sesuai spesifikasi kontrak dan tidak bisa dimanfaatkan. Konsultan pengawas menyusun laporan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, dan adendum kontrak dilakukan tanpa alasan yang jelas," tambah Khairul.
Berdasarkan hasil audit, ditemukan kerugian negara sebesar Rp747,8 juta. "Kerugian ini terdiri dari Rp690 juta untuk pekerjaan konstruksi dan Rp57 juta untuk pekerjaan pengawasan," tandasnya. (mg14/ira)